Telah tetap di dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah tentang masjid pertama kali dibangun di muka bumi ini maka Rasulullah menjawab: "al-Masjidil Haram." Abu Dzar bertanya lagi: "Kemudian masjid apa?" Nabi menjawab: "al-Masjidil Aqsha." Abu Dzar bertanya: "Berapa jarak waktu antara keduanya?" Beliau menjawab: "40 tahun."
Para ulama meenjelaskan bahwa yang membangun al-Masjidil Aqsha adalah Nabi Israil yaitu Ya’qub as, kemudian diperbaharui oleh Sulaiman as.
Kalau kita perhatikan baik orang awam maupun orang-orang yang terdidik mereka sama-sama memiliki beberapa persepsi yang salah tentang Masjidil Aqsha. Pokok kesalahan ini sepertinya kembali kepada kecintaan pemeluk tiga agama, yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi yang begitu mendalam pada tempat ini. Masing-masing memiliki keyakinan khusus terhadap tempat ini, selain dari penyebutan nama-nama dan istilah yang dimiliki secara khusus oleh masing-masing agama. Hal ini menyebabkan adanya kerancuan dan pengaruh kepada sebagian kaum muslimin.
Ketika ahli sejarah menyusun sejarah, mereka menulis kota yang istimewa ini. Mereka menulis apa saja, yang benar dan yang batil. Masing-masing berpendapat sesuai dengan konsumsi dan keyakinannya, sebagaimana yang telah kita sebutkan di atas. Terlebih lagi orang-orang orientalis Yahudi yang memiliki peran dalam memalsu sejarah. Dan membalikkan fakta yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan Negara yang mereka klaim.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kami untuk meluruskan sebagian kesalahan yang menyebar tentang Masjidil Aqsha, mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaganya.
Di antara penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak membedakan antara Kubah Batu dengan tempat shalat Masjidil Aqsha. Sepertinya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh sebagian peneliti modern bahwa maksud Yahudi dalam hal ini adalah mengikatkan manusia dengan apa-apa yang tidak memiliki kesucian, hingga jika mereka berkehendak untuk merusak Masjidil Aqsha, kaum muslimin tidak peduli dengan yang diperbuat oleh Yahudi.
2. Bahwasannya halaman yang mencakup Mushalla Masjidil Aqsha dan Kubah Shakhrah serta tempat yang ditinggikan dan kubah-kubah, jalan-jalan dan pohon-pohon, semua itu masuk di bawah nama kompleks Masjidil Aqsha. Bukan hanya bangunan yang sekarang diberi nama Masjidil Aqsha, bahkan bangunan itu adalah Mushallah Masjidil Aqsha, dan termasuk salah satu bagian dari masjidil Aqsha. Atau bukan hanya mushalla yang dibangun oleh Umar , akan tetapi masjidil Aqsha adalah meliputi seluruh bangunan yang dibangun oleh Sulaiman.
3. Tidak ada satu keutamaan pun dari atsar (riwayat) yang disebutkan, atau keistimewaan khusus bagi batu yang ada di bawah apa yang sekarang disebut Kubah Shakhrah (yang berlapis emas itu), bahkan dia hanyalah salah satu bagian dari Masjidil Aqsha, tidak lebih.
4. Tidak ada dalil yang shahih, bahwa siapa yang berhaji maka wajib baginya untuk menyempurnakan hajinya dengan menziarahi Masjidil Aqsha.
5. Shakhrah, sebuah batu di pelataran masjidil Aqsha, telah dikisahkan sekitar batu ini berbagai kisah yang banyak sumbernya, di antaranya adalah:
- Mereka mengeklaim bahwa seluruh air dipermukaan bumi keluar dari bawah Masjidil Aqsha.
- Mereka menganggap bahwa batu tersebut tergantung antara langit dan bumi.
- Shalat di bawahnya memiliki keutamaan khusus.
- Mereka menyatakan bahwa saat Nabi di isra`kan ke langit, batu tersebut naik bersama beliau, maka beliau memerintahkannya untuk tetap diam.
- Mereka mengklaim bahwa Nabi shalat di bawahnya, dan bersama beliau saat itu adalah sekumpulan para Nabi .
- Mereka beranggapan bahwa di atas shakhrah ada bekas telapak kaki Nabi dan bekas surbannya, Bahkan ada yang berkeyakinan bahwa ia adalah tempat kaki Allah Ta'ala.
6. Mihrab Dawud : adalah sebuah keyakinan dari orang-orang awam bahwa Nabi Dawud yang telah membangunnya, dan dulu beliau shalat di sana. Sekarang tempat itu berada di pertengahan Mushalla al-Aqsha. Yang benar bahwa tempat tersebut dibangun dimasa Abdul Malik bin Marwan. Sepertinya mentakwil penisbatannya kepada Nabi Dawud , tidak diragukan lagi bahwa penisbatan peninggalan sejarah ini kepada Nabi-Nabi Bani Israil adalah sebuah ketamakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk menambah perbendaharaan dalil-dalil mereka yang menguatkan hak mereka atas bumi tersebut secara kedustaan dan penipuan, apalagi jika hakikatnya berlainan dengan realitas.
7. Ishthablat Sulaiman/ Tempat kuda Sulaiman (dulu) atau Mushalla Marwani (sekarang ), adalah sebuah tempat yang terletak di bagian bawah sisi tenggara dari mushalla Masjid al-Aqsha, yang luasnya mencapai 3750 m2. Banyak di antara manusia meyakini bahwa tempat tersebut adalah bangunan Sulaiman . Ini termasuk pemalsuan dan kedustaan yang digunakan oleh orang-orang Yahudi. Hingga dikemudian hari bisa digunakan sebagai saksi akan keberadaan mereka di tempat suci tersebut sejak dulu.
Yang benar adalah bangunan tersebut merupakan bangunan dinasi Umawiyah sebagaimana telah dipastikan oleh ahli sejarah. Dibangun oleh Malik bin Marwan sebagai tempat untuk kuda-kuda mereka, juga sebagai rumah bagi merpati-merpati pos. Kaum muslimin terus menerus berusaha mengembalikan pembukaannya dan mengalihkannya ke Mushalla dan menamainya mushalla Marwani untuk menisbatkan kembali kepada pendiri yang sebenarnya, dan mereka telah bagus dalam hal ini.
8. Dikatakan tentang sebuah tembok yang kaum muslimin menamainya sebagai tembok Buroq, sebagai penisbatan kepada ikatan buraq yang dikendarai oleh Nabi dalam Isra` beliau ke Masjidil Aqsha. Padahal tidak ada dalil shahih yang menyatakan bahwa Buroq diikat ditembok tersebut. Lebih-lebih lagi sebagian manusia menamainya sebagai tembok al-Mabka (ratapan), itu adalah penamaaan orang-orang Yahudi, karena menurut mereka tembok tersebut adalah salah satu bagian yang tersisa dari Haikal Sulaiman.
9. Hiththah, satu pintu dari pintu-pintu Masjidil Aqsha, orang-orang awam berkeyakinan bahwa pintu tersebut dinamai demikian karena pada saat Allah memerintahkan Bani Israil untuk masuk ke Masjidil Aqsha dengan berkata Hiththah (yang maksudnya, mohon ampunan Mu ya Allah), mereka malah berkata Hinthah (mohon gandum ya Allah), dan bahwa mereka masuk dari pintu tersebut. Dan ini tidaklah benar.
10. Tentang pahala shalat di dalamnya, maka hadits yang paling shahih mengatakan bahwa shalat di dalamnya lebih utama dari pada 250 shalat di masjid lainnya.
Syekh al-Albani berkata: Riwayat paling shahih tentang keutamaan shalat di masjid Iliya’ atau Masjidil Aqsha –semoga Allah mengembalikan kepada umat Islam beserta negri Palestina—adalah hadits Abu Dzar ra. Dia berkata: Kami berbincang-bincang di sisi Rasulullah r tentang manakah yang lebih utama dari dua masjid; Masjid Rasulillah dan Masjid Baitil Maqdis, maka Rasulullah r bersabda:
" صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ ، وَلنِعْمَ المُصَلَّى هُوْ، "
“Sekali shalat di masjidku ini lebih baik dari pada empat kali shalat di sana, dan dia sebaik-baik mushalla…” (HR,. Thahawi, Hakim, Baihaqi dan Thabrani. Lihat Silsilah Shaihah: Syarah hadits 2902, 6/401; al-Tsamr al-Mustathab: 1/548-549)
Selain itu hadits Maimunah yang mengatakan bahwa shalat di Masjidil Aqsha sama dengan 1000 shalat, hadits Abu Darda’: sama dengan 500 shalat.
Ada yang mencoba menganalisa dengan mengatakan: Pertama-tama Allah menjadikan keutamaan shalat di masjidil Aqsha setara dengan 250 shalat, kemudian dinaikkan jadi 500 shalat, kemudian menjadi 100 shalat sebagai karunia dari Allah swt. Wallahu A’lam dengan yang sejatinya. (al-Albani, al-Tsamr al-Mustathab: 1/549)
11. Sesungguhnya yang tersiar tentang Masjid Umar yang terletak dekat dengan Gereja Kiamat, bahwa saat Umar mendatangi Baitul Muqaddas dalam keadaan menang, beliau ingin shalat di Gereja, akan tetapi beliau menggagalkannya agar tidak ditiru setelah beliau, atau agar tidak dijadikan sebagai sunnah oleh kaum muslimin. Maka kemudian beliau shalat di sebuah tempat di luar Masjidil Aqsha.
Maka ini tidak benar, baik secara sanad maupun matan. Bagaimana beliau shalat di Gereja atau diluar Masjidil Aqsha sementara beliau sudah dekat dengan Masjidil Aqsha, yang jaraknya tinggal beberapa meter?! (Lihat Musnad Ahmad: 261, dengan sanad dhaif; al-Albani, al-Isra’ wal-Mi’raj: hadits no. 14)
Akan tetapi tentang Shakhrah dan mushallah Umar maka berikut penuturan syaikhul Islam
Syaikhul Islam berkata, ketika Umar ra berhasil membuka Baitul Maqdis, waktu itu Shakhrah dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sengaja orang Nashrani menghinakannya untuk melawan orang Yahudi yang mengagungkannya dan sengaja menjadikannya sebagai kiblat shalat . Maka Umar memerintahkan untuk membuang sampah dan membersihkan tempat itu dari najis dan kotoran.
Dia bertanya kepada Ka’ab: Menurutmu kita membangun mushallah untuk kaum muslimin di mana?
Ka’ab menjawab: Di belakang Shakhrah (batu). Maka Umar berkata: Hai anak wanita yahudi, rupanya wanita yahudiyah itu masih mencampurimu. Tetapi bangunlah di depan batu, karena kita memiliki bagian depan masjid-masjid”
Oleh karena itu Para sahabat Abdullah ibnu Umar dan para imam apabila memasuki Masjid mereka shalat di mushalla yang dibangun Umar. Adapun Shakhrah maka Umar tidak pernah shalat di sana, tidak pula seluruh sahabat Nabi, tidak ada kubah di atasnya di zaman Khulafaur Rasyidin. Ia tetap terbuka pada masa Umar, Usman, Ali, Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.
Kemudian datanglah Abdul Malik Ibn Marwan, dialah yang membangun Kubah di atas Shakhrah dan membungkusnya di musim dingin dan musim anas, untuk menarik orang agar mau mengunjunginya. … Adapun ahli ilmu dari para sahabat dan para tabi’in maka mereka tidak pernah mengagungkannya karena ia adalah kiblat yang telah dimansukh (dibatalkan, diganti dengan Ka’bah). Akan tetapi ia diagungkan oleh Yahudi dan sebagian Nashara.(Majmu’ Fatawa: 27/12, 136; Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqimal: 1/433-444; al-Albani, Hajjatun Nabi, al-Maktab al-Islami, cet.5/1399, 146)
12. Ungkapan mereka Tsalits al-Haramain untuk Masjidil Aqsha yar artinya tanah haram ketiga setelah Makkah dan Madinah, adalah sebuah ungkapan yang tidak teliti dari sisi istilah syar'i, karena tanah haram itu adalah apa yang diharamkan binatang buruan dan pohonnya. Adapun Baitul Muqaddas, maka tidak diharamkan binatang buruannya, tidak pula pepohonannya, sebagaimana keadaan di Haramain yang mulia, Makkah dan Madinah. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.
13. Tembok Buroq as-Syarif, adalah sebuah ungkapan yang sudah banyak beredar dari mulut ke mulut, dan kitab-kitab, lebih-lebih pada orang awam dari kaum muslimin. Kata-kata as-Syarif yang kembali kepada tembok tersebut mengandung pengkhususan, pemuliaan dan pengistimewaan bagi tembok tersebut. Padahal tempat tersebut dimuliakan dengan keberkahan secara umum tanpa ada pengkhususan satu bagian atas bagian lain dari sisi-sisi masjidil Aqsha.
Lebih-lebih lagi bahwa keberkahan yang diriwayatkan untuk tempat tersebut hanyalah pada tempat, bukan pada batu yang darinya Masjidil Aqsha dibangun.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami sebagian rasa takut yang bisa membentengi diri kami dari perbuatan maksiat kepada-Mu. Sebagian ketaatan yang dapat menghantarkan kami ke sorga-Mu, dan sebagian keyakinan yang bisa memperingan berbagai musibah duniawi.
Limpahkanlah kenikmatan untuk kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama Engkau anugerahkan hidup kepada kami. Dan jadikanlah hidup kami sebagai pusaka dari kami, jadikanlah pembalasan kami atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada kami.
Tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami, dan jangan jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan jadikan dunia sebagai kepentingan kami yang terbesar, juga bukan bagian terbesar ilmu kami. Jangan Engkau kuasakan atas kami orang yang tidak takut kepada-Mu dalam urusan kami, dan tidak juga menyayangi kami.
Para ulama meenjelaskan bahwa yang membangun al-Masjidil Aqsha adalah Nabi Israil yaitu Ya’qub as, kemudian diperbaharui oleh Sulaiman as.
Kalau kita perhatikan baik orang awam maupun orang-orang yang terdidik mereka sama-sama memiliki beberapa persepsi yang salah tentang Masjidil Aqsha. Pokok kesalahan ini sepertinya kembali kepada kecintaan pemeluk tiga agama, yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi yang begitu mendalam pada tempat ini. Masing-masing memiliki keyakinan khusus terhadap tempat ini, selain dari penyebutan nama-nama dan istilah yang dimiliki secara khusus oleh masing-masing agama. Hal ini menyebabkan adanya kerancuan dan pengaruh kepada sebagian kaum muslimin.
Ketika ahli sejarah menyusun sejarah, mereka menulis kota yang istimewa ini. Mereka menulis apa saja, yang benar dan yang batil. Masing-masing berpendapat sesuai dengan konsumsi dan keyakinannya, sebagaimana yang telah kita sebutkan di atas. Terlebih lagi orang-orang orientalis Yahudi yang memiliki peran dalam memalsu sejarah. Dan membalikkan fakta yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan Negara yang mereka klaim.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kami untuk meluruskan sebagian kesalahan yang menyebar tentang Masjidil Aqsha, mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaganya.
Di antara penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak membedakan antara Kubah Batu dengan tempat shalat Masjidil Aqsha. Sepertinya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh sebagian peneliti modern bahwa maksud Yahudi dalam hal ini adalah mengikatkan manusia dengan apa-apa yang tidak memiliki kesucian, hingga jika mereka berkehendak untuk merusak Masjidil Aqsha, kaum muslimin tidak peduli dengan yang diperbuat oleh Yahudi.
2. Bahwasannya halaman yang mencakup Mushalla Masjidil Aqsha dan Kubah Shakhrah serta tempat yang ditinggikan dan kubah-kubah, jalan-jalan dan pohon-pohon, semua itu masuk di bawah nama kompleks Masjidil Aqsha. Bukan hanya bangunan yang sekarang diberi nama Masjidil Aqsha, bahkan bangunan itu adalah Mushallah Masjidil Aqsha, dan termasuk salah satu bagian dari masjidil Aqsha. Atau bukan hanya mushalla yang dibangun oleh Umar , akan tetapi masjidil Aqsha adalah meliputi seluruh bangunan yang dibangun oleh Sulaiman.
3. Tidak ada satu keutamaan pun dari atsar (riwayat) yang disebutkan, atau keistimewaan khusus bagi batu yang ada di bawah apa yang sekarang disebut Kubah Shakhrah (yang berlapis emas itu), bahkan dia hanyalah salah satu bagian dari Masjidil Aqsha, tidak lebih.
4. Tidak ada dalil yang shahih, bahwa siapa yang berhaji maka wajib baginya untuk menyempurnakan hajinya dengan menziarahi Masjidil Aqsha.
5. Shakhrah, sebuah batu di pelataran masjidil Aqsha, telah dikisahkan sekitar batu ini berbagai kisah yang banyak sumbernya, di antaranya adalah:
- Mereka mengeklaim bahwa seluruh air dipermukaan bumi keluar dari bawah Masjidil Aqsha.
- Mereka menganggap bahwa batu tersebut tergantung antara langit dan bumi.
- Shalat di bawahnya memiliki keutamaan khusus.
- Mereka menyatakan bahwa saat Nabi di isra`kan ke langit, batu tersebut naik bersama beliau, maka beliau memerintahkannya untuk tetap diam.
- Mereka mengklaim bahwa Nabi shalat di bawahnya, dan bersama beliau saat itu adalah sekumpulan para Nabi .
- Mereka beranggapan bahwa di atas shakhrah ada bekas telapak kaki Nabi dan bekas surbannya, Bahkan ada yang berkeyakinan bahwa ia adalah tempat kaki Allah Ta'ala.
6. Mihrab Dawud : adalah sebuah keyakinan dari orang-orang awam bahwa Nabi Dawud yang telah membangunnya, dan dulu beliau shalat di sana. Sekarang tempat itu berada di pertengahan Mushalla al-Aqsha. Yang benar bahwa tempat tersebut dibangun dimasa Abdul Malik bin Marwan. Sepertinya mentakwil penisbatannya kepada Nabi Dawud , tidak diragukan lagi bahwa penisbatan peninggalan sejarah ini kepada Nabi-Nabi Bani Israil adalah sebuah ketamakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk menambah perbendaharaan dalil-dalil mereka yang menguatkan hak mereka atas bumi tersebut secara kedustaan dan penipuan, apalagi jika hakikatnya berlainan dengan realitas.
7. Ishthablat Sulaiman/ Tempat kuda Sulaiman (dulu) atau Mushalla Marwani (sekarang ), adalah sebuah tempat yang terletak di bagian bawah sisi tenggara dari mushalla Masjid al-Aqsha, yang luasnya mencapai 3750 m2. Banyak di antara manusia meyakini bahwa tempat tersebut adalah bangunan Sulaiman . Ini termasuk pemalsuan dan kedustaan yang digunakan oleh orang-orang Yahudi. Hingga dikemudian hari bisa digunakan sebagai saksi akan keberadaan mereka di tempat suci tersebut sejak dulu.
Yang benar adalah bangunan tersebut merupakan bangunan dinasi Umawiyah sebagaimana telah dipastikan oleh ahli sejarah. Dibangun oleh Malik bin Marwan sebagai tempat untuk kuda-kuda mereka, juga sebagai rumah bagi merpati-merpati pos. Kaum muslimin terus menerus berusaha mengembalikan pembukaannya dan mengalihkannya ke Mushalla dan menamainya mushalla Marwani untuk menisbatkan kembali kepada pendiri yang sebenarnya, dan mereka telah bagus dalam hal ini.
8. Dikatakan tentang sebuah tembok yang kaum muslimin menamainya sebagai tembok Buroq, sebagai penisbatan kepada ikatan buraq yang dikendarai oleh Nabi dalam Isra` beliau ke Masjidil Aqsha. Padahal tidak ada dalil shahih yang menyatakan bahwa Buroq diikat ditembok tersebut. Lebih-lebih lagi sebagian manusia menamainya sebagai tembok al-Mabka (ratapan), itu adalah penamaaan orang-orang Yahudi, karena menurut mereka tembok tersebut adalah salah satu bagian yang tersisa dari Haikal Sulaiman.
9. Hiththah, satu pintu dari pintu-pintu Masjidil Aqsha, orang-orang awam berkeyakinan bahwa pintu tersebut dinamai demikian karena pada saat Allah memerintahkan Bani Israil untuk masuk ke Masjidil Aqsha dengan berkata Hiththah (yang maksudnya, mohon ampunan Mu ya Allah), mereka malah berkata Hinthah (mohon gandum ya Allah), dan bahwa mereka masuk dari pintu tersebut. Dan ini tidaklah benar.
10. Tentang pahala shalat di dalamnya, maka hadits yang paling shahih mengatakan bahwa shalat di dalamnya lebih utama dari pada 250 shalat di masjid lainnya.
Syekh al-Albani berkata: Riwayat paling shahih tentang keutamaan shalat di masjid Iliya’ atau Masjidil Aqsha –semoga Allah mengembalikan kepada umat Islam beserta negri Palestina—adalah hadits Abu Dzar ra. Dia berkata: Kami berbincang-bincang di sisi Rasulullah r tentang manakah yang lebih utama dari dua masjid; Masjid Rasulillah dan Masjid Baitil Maqdis, maka Rasulullah bersabda:
" صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ ، وَلنِعْمَ المُصَلَّى هُوْ، "
“Sekali shalat di masjidku ini lebih baik dari pada empat kali shalat di sana, dan dia sebaik-baik mushalla…” (HR,. Thahawi, Hakim, Baihaqi dan Thabrani. Lihat Silsilah Shaihah: Syarah hadits 2902, 6/401; al-Tsamr al-Mustathab: 1/548-549)
Selain itu hadits Maimunah yang mengatakan bahwa shalat di Masjidil Aqsha sama dengan 1000 shalat, hadits Abu Darda’: sama dengan 500 shalat.
Ada yang mencoba menganalisa dengan mengatakan: Pertama-tama Allah menjadikan keutamaan shalat di masjidil Aqsha setara dengan 250 shalat, kemudian dinaikkan jadi 500 shalat, kemudian menjadi 100 shalat sebagai karunia dari Allah swt. Wallahu A’lam dengan yang sejatinya. (al-Albani, al-Tsamr al-Mustathab: 1/549)
11. Sesungguhnya yang tersiar tentang Masjid Umar yang terletak dekat dengan Gereja Kiamat, bahwa saat Umar mendatangi Baitul Muqaddas dalam keadaan menang, beliau ingin shalat di Gereja, akan tetapi beliau menggagalkannya agar tidak ditiru setelah beliau, atau agar tidak dijadikan sebagai sunnah oleh kaum muslimin. Maka kemudian beliau shalat di sebuah tempat di luar Masjidil Aqsha.
Maka ini tidak benar, baik secara sanad maupun matan. Bagaimana beliau shalat di Gereja atau diluar Masjidil Aqsha sementara beliau sudah dekat dengan Masjidil Aqsha, yang jaraknya tinggal beberapa meter?! (Lihat Musnad Ahmad: 261, dengan sanad dhaif; al-Albani, al-Isra’ wal-Mi’raj: hadits no. 14)
Akan tetapi tentang Shakhrah dan mushallah Umar maka berikut penuturan syaikhul Islam
Syaikhul Islam berkata, ketika Umar ra berhasil membuka Baitul Maqdis, waktu itu Shakhrah dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sengaja orang Nashrani menghinakannya untuk melawan orang Yahudi yang mengagungkannya dan sengaja menjadikannya sebagai kiblat shalat . Maka Umar memerintahkan untuk membuang sampah dan membersihkan tempat itu dari najis dan kotoran.
Dia bertanya kepada Ka’ab: Menurutmu kita membangun mushallah untuk kaum muslimin di mana?
Ka’ab menjawab: Di belakang Shakhrah (batu). Maka Umar berkata: Hai anak wanita yahudi, rupanya wanita yahudiyah itu masih mencampurimu. Tetapi bangunlah di depan batu, karena kita memiliki bagian depan masjid-masjid”
Oleh karena itu Para sahabat Abdullah ibnu Umar dan para imam apabila memasuki Masjid mereka shalat di mushalla yang dibangun Umar. Adapun Shakhrah maka Umar tidak pernah shalat di sana, tidak pula seluruh sahabat Nabi, tidak ada kubah di atasnya di zaman Khulafaur Rasyidin. Ia tetap terbuka pada masa Umar, Usman, Ali, Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.
Kemudian datanglah Abdul Malik Ibn Marwan, dialah yang membangun Kubah di atas Shakhrah dan membungkusnya di musim dingin dan musim anas, untuk menarik orang agar mau mengunjunginya. … Adapun ahli ilmu dari para sahabat dan para tabi’in maka mereka tidak pernah mengagungkannya karena ia adalah kiblat yang telah dimansukh (dibatalkan, diganti dengan Ka’bah). Akan tetapi ia diagungkan oleh Yahudi dan sebagian Nashara.(Majmu’ Fatawa: 27/12, 136; Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqimal: 1/433-444; al-Albani, Hajjatun Nabi, al-Maktab al-Islami, cet.5/1399, 146)
12. Ungkapan mereka Tsalits al-Haramain untuk Masjidil Aqsha yar artinya tanah haram ketiga setelah Makkah dan Madinah, adalah sebuah ungkapan yang tidak teliti dari sisi istilah syar'i, karena tanah haram itu adalah apa yang diharamkan binatang buruan dan pohonnya. Adapun Baitul Muqaddas, maka tidak diharamkan binatang buruannya, tidak pula pepohonannya, sebagaimana keadaan di Haramain yang mulia, Makkah dan Madinah. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.
13. Tembok Buroq as-Syarif, adalah sebuah ungkapan yang sudah banyak beredar dari mulut ke mulut, dan kitab-kitab, lebih-lebih pada orang awam dari kaum muslimin. Kata-kata as-Syarif yang kembali kepada tembok tersebut mengandung pengkhususan, pemuliaan dan pengistimewaan bagi tembok tersebut. Padahal tempat tersebut dimuliakan dengan keberkahan secara umum tanpa ada pengkhususan satu bagian atas bagian lain dari sisi-sisi masjidil Aqsha.
Lebih-lebih lagi bahwa keberkahan yang diriwayatkan untuk tempat tersebut hanyalah pada tempat, bukan pada batu yang darinya Masjidil Aqsha dibangun.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami sebagian rasa takut yang bisa membentengi diri kami dari perbuatan maksiat kepada-Mu. Sebagian ketaatan yang dapat menghantarkan kami ke sorga-Mu, dan sebagian keyakinan yang bisa memperingan berbagai musibah duniawi.
Limpahkanlah kenikmatan untuk kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama Engkau anugerahkan hidup kepada kami. Dan jadikanlah hidup kami sebagai pusaka dari kami, jadikanlah pembalasan kami atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada kami.
Tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami, dan jangan jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan jadikan dunia sebagai kepentingan kami yang terbesar, juga bukan bagian terbesar ilmu kami. Jangan Engkau kuasakan atas kami orang yang tidak takut kepada-Mu dalam urusan kami, dan tidak juga menyayangi kami.
Para ulama meenjelaskan bahwa yang membangun al-Masjidil Aqsha adalah Nabi Israil yaitu Ya’qub as, kemudian diperbaharui oleh Sulaiman as.
Kalau kita perhatikan baik orang awam maupun orang-orang yang terdidik mereka sama-sama memiliki beberapa persepsi yang salah tentang Masjidil Aqsha. Pokok kesalahan ini sepertinya kembali kepada kecintaan pemeluk tiga agama, yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi yang begitu mendalam pada tempat ini. Masing-masing memiliki keyakinan khusus terhadap tempat ini, selain dari penyebutan nama-nama dan istilah yang dimiliki secara khusus oleh masing-masing agama. Hal ini menyebabkan adanya kerancuan dan pengaruh kepada sebagian kaum muslimin.
Ketika ahli sejarah menyusun sejarah, mereka menulis kota yang istimewa ini. Mereka menulis apa saja, yang benar dan yang batil. Masing-masing berpendapat sesuai dengan konsumsi dan keyakinannya, sebagaimana yang telah kita sebutkan di atas. Terlebih lagi orang-orang orientalis Yahudi yang memiliki peran dalam memalsu sejarah. Dan membalikkan fakta yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan Negara yang mereka klaim.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kami untuk meluruskan sebagian kesalahan yang menyebar tentang Masjidil Aqsha, mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaganya.
Di antara penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak membedakan antara Kubah Batu dengan tempat shalat Masjidil Aqsha. Sepertinya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh sebagian peneliti modern bahwa maksud Yahudi dalam hal ini adalah mengikatkan manusia dengan apa-apa yang tidak memiliki kesucian, hingga jika mereka berkehendak untuk merusak Masjidil Aqsha, kaum muslimin tidak peduli dengan yang diperbuat oleh Yahudi.
2. Bahwasannya halaman yang mencakup Mushalla Masjidil Aqsha dan Kubah Shakhrah serta tempat yang ditinggikan dan kubah-kubah, jalan-jalan dan pohon-pohon, semua itu masuk di bawah nama kompleks Masjidil Aqsha. Bukan hanya bangunan yang sekarang diberi nama Masjidil Aqsha, bahkan bangunan itu adalah Mushallah Masjidil Aqsha, dan termasuk salah satu bagian dari masjidil Aqsha. Atau bukan hanya mushalla yang dibangun oleh Umar , akan tetapi masjidil Aqsha adalah meliputi seluruh bangunan yang dibangun oleh Sulaiman.
3. Tidak ada satu keutamaan pun dari atsar (riwayat) yang disebutkan, atau keistimewaan khusus bagi batu yang ada di bawah apa yang sekarang disebut Kubah Shakhrah (yang berlapis emas itu), bahkan dia hanyalah salah satu bagian dari Masjidil Aqsha, tidak lebih.
4. Tidak ada dalil yang shahih, bahwa siapa yang berhaji maka wajib baginya untuk menyempurnakan hajinya dengan menziarahi Masjidil Aqsha.
5. Shakhrah, sebuah batu di pelataran masjidil Aqsha, telah dikisahkan sekitar batu ini berbagai kisah yang banyak sumbernya, di antaranya adalah:
- Mereka mengeklaim bahwa seluruh air dipermukaan bumi keluar dari bawah Masjidil Aqsha.
- Mereka menganggap bahwa batu tersebut tergantung antara langit dan bumi.
- Shalat di bawahnya memiliki keutamaan khusus.
- Mereka menyatakan bahwa saat Nabi di isra`kan ke langit, batu tersebut naik bersama beliau, maka beliau memerintahkannya untuk tetap diam.
- Mereka mengklaim bahwa Nabi shalat di bawahnya, dan bersama beliau saat itu adalah sekumpulan para Nabi .
- Mereka beranggapan bahwa di atas shakhrah ada bekas telapak kaki Nabi dan bekas surbannya, Bahkan ada yang berkeyakinan bahwa ia adalah tempat kaki Allah Ta'ala.
6. Mihrab Dawud : adalah sebuah keyakinan dari orang-orang awam bahwa Nabi Dawud yang telah membangunnya, dan dulu beliau shalat di sana. Sekarang tempat itu berada di pertengahan Mushalla al-Aqsha. Yang benar bahwa tempat tersebut dibangun dimasa Abdul Malik bin Marwan. Sepertinya mentakwil penisbatannya kepada Nabi Dawud , tidak diragukan lagi bahwa penisbatan peninggalan sejarah ini kepada Nabi-Nabi Bani Israil adalah sebuah ketamakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk menambah perbendaharaan dalil-dalil mereka yang menguatkan hak mereka atas bumi tersebut secara kedustaan dan penipuan, apalagi jika hakikatnya berlainan dengan realitas.
7. Ishthablat Sulaiman/ Tempat kuda Sulaiman (dulu) atau Mushalla Marwani (sekarang ), adalah sebuah tempat yang terletak di bagian bawah sisi tenggara dari mushalla Masjid al-Aqsha, yang luasnya mencapai 3750 m2. Banyak di antara manusia meyakini bahwa tempat tersebut adalah bangunan Sulaiman . Ini termasuk pemalsuan dan kedustaan yang digunakan oleh orang-orang Yahudi. Hingga dikemudian hari bisa digunakan sebagai saksi akan keberadaan mereka di tempat suci tersebut sejak dulu.
Yang benar adalah bangunan tersebut merupakan bangunan dinasi Umawiyah sebagaimana telah dipastikan oleh ahli sejarah. Dibangun oleh Malik bin Marwan sebagai tempat untuk kuda-kuda mereka, juga sebagai rumah bagi merpati-merpati pos. Kaum muslimin terus menerus berusaha mengembalikan pembukaannya dan mengalihkannya ke Mushalla dan menamainya mushalla Marwani untuk menisbatkan kembali kepada pendiri yang sebenarnya, dan mereka telah bagus dalam hal ini.
8. Dikatakan tentang sebuah tembok yang kaum muslimin menamainya sebagai tembok Buroq, sebagai penisbatan kepada ikatan buraq yang dikendarai oleh Nabi dalam Isra` beliau ke Masjidil Aqsha. Padahal tidak ada dalil shahih yang menyatakan bahwa Buroq diikat ditembok tersebut. Lebih-lebih lagi sebagian manusia menamainya sebagai tembok al-Mabka (ratapan), itu adalah penamaaan orang-orang Yahudi, karena menurut mereka tembok tersebut adalah salah satu bagian yang tersisa dari Haikal Sulaiman.
9. Hiththah, satu pintu dari pintu-pintu Masjidil Aqsha, orang-orang awam berkeyakinan bahwa pintu tersebut dinamai demikian karena pada saat Allah memerintahkan Bani Israil untuk masuk ke Masjidil Aqsha dengan berkata Hiththah (yang maksudnya, mohon ampunan Mu ya Allah), mereka malah berkata Hinthah (mohon gandum ya Allah), dan bahwa mereka masuk dari pintu tersebut. Dan ini tidaklah benar.
10. Tentang pahala shalat di dalamnya, maka hadits yang paling shahih mengatakan bahwa shalat di dalamnya lebih utama dari pada 250 shalat di masjid lainnya.
Syekh al-Albani berkata: Riwayat paling shahih tentang keutamaan shalat di masjid Iliya’ atau Masjidil Aqsha –semoga Allah mengembalikan kepada umat Islam beserta negri Palestina—adalah hadits Abu Dzar ra. Dia berkata: Kami berbincang-bincang di sisi Rasulullah r tentang manakah yang lebih utama dari dua masjid; Masjid Rasulillah dan Masjid Baitil Maqdis, maka Rasulullah r bersabda:
" صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ ، وَلنِعْمَ المُصَلَّى هُوْ، "
“Sekali shalat di masjidku ini lebih baik dari pada empat kali shalat di sana, dan dia sebaik-baik mushalla…” (HR,. Thahawi, Hakim, Baihaqi dan Thabrani. Lihat Silsilah Shaihah: Syarah hadits 2902, 6/401; al-Tsamr al-Mustathab: 1/548-549)
Selain itu hadits Maimunah yang mengatakan bahwa shalat di Masjidil Aqsha sama dengan 1000 shalat, hadits Abu Darda’: sama dengan 500 shalat.
Ada yang mencoba menganalisa dengan mengatakan: Pertama-tama Allah menjadikan keutamaan shalat di masjidil Aqsha setara dengan 250 shalat, kemudian dinaikkan jadi 500 shalat, kemudian menjadi 100 shalat sebagai karunia dari Allah swt. Wallahu A’lam dengan yang sejatinya. (al-Albani, al-Tsamr al-Mustathab: 1/549)
11. Sesungguhnya yang tersiar tentang Masjid Umar yang terletak dekat dengan Gereja Kiamat, bahwa saat Umar mendatangi Baitul Muqaddas dalam keadaan menang, beliau ingin shalat di Gereja, akan tetapi beliau menggagalkannya agar tidak ditiru setelah beliau, atau agar tidak dijadikan sebagai sunnah oleh kaum muslimin. Maka kemudian beliau shalat di sebuah tempat di luar Masjidil Aqsha.
Maka ini tidak benar, baik secara sanad maupun matan. Bagaimana beliau shalat di Gereja atau diluar Masjidil Aqsha sementara beliau sudah dekat dengan Masjidil Aqsha, yang jaraknya tinggal beberapa meter?! (Lihat Musnad Ahmad: 261, dengan sanad dhaif; al-Albani, al-Isra’ wal-Mi’raj: hadits no. 14)
Akan tetapi tentang Shakhrah dan mushallah Umar maka berikut penuturan syaikhul Islam
Syaikhul Islam berkata, ketika Umar ra berhasil membuka Baitul Maqdis, waktu itu Shakhrah dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sengaja orang Nashrani menghinakannya untuk melawan orang Yahudi yang mengagungkannya dan sengaja menjadikannya sebagai kiblat shalat . Maka Umar memerintahkan untuk membuang sampah dan membersihkan tempat itu dari najis dan kotoran.
Dia bertanya kepada Ka’ab: Menurutmu kita membangun mushallah untuk kaum muslimin di mana?
Ka’ab menjawab: Di belakang Shakhrah (batu). Maka Umar berkata: Hai anak wanita yahudi, rupanya wanita yahudiyah itu masih mencampurimu. Tetapi bangunlah di depan batu, karena kita memiliki bagian depan masjid-masjid”
Oleh karena itu Para sahabat Abdullah ibnu Umar dan para imam apabila memasuki Masjid mereka shalat di mushalla yang dibangun Umar. Adapun Shakhrah maka Umar tidak pernah shalat di sana, tidak pula seluruh sahabat Nabi, tidak ada kubah di atasnya di zaman Khulafaur Rasyidin. Ia tetap terbuka pada masa Umar, Usman, Ali, Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.
Kemudian datanglah Abdul Malik Ibn Marwan, dialah yang membangun Kubah di atas Shakhrah dan membungkusnya di musim dingin dan musim anas, untuk menarik orang agar mau mengunjunginya. … Adapun ahli ilmu dari para sahabat dan para tabi’in maka mereka tidak pernah mengagungkannya karena ia adalah kiblat yang telah dimansukh (dibatalkan, diganti dengan Ka’bah). Akan tetapi ia diagungkan oleh Yahudi dan sebagian Nashara.(Majmu’ Fatawa: 27/12, 136; Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqimal: 1/433-444; al-Albani, Hajjatun Nabi, al-Maktab al-Islami, cet.5/1399, 146)
12. Ungkapan mereka Tsalits al-Haramain untuk Masjidil Aqsha yar artinya tanah haram ketiga setelah Makkah dan Madinah, adalah sebuah ungkapan yang tidak teliti dari sisi istilah syar'i, karena tanah haram itu adalah apa yang diharamkan binatang buruan dan pohonnya. Adapun Baitul Muqaddas, maka tidak diharamkan binatang buruannya, tidak pula pepohonannya, sebagaimana keadaan di Haramain yang mulia, Makkah dan Madinah. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.
13. Tembok Buroq as-Syarif, adalah sebuah ungkapan yang sudah banyak beredar dari mulut ke mulut, dan kitab-kitab, lebih-lebih pada orang awam dari kaum muslimin. Kata-kata as-Syarif yang kembali kepada tembok tersebut mengandung pengkhususan, pemuliaan dan pengistimewaan bagi tembok tersebut. Padahal tempat tersebut dimuliakan dengan keberkahan secara umum tanpa ada pengkhususan satu bagian atas bagian lain dari sisi-sisi masjidil Aqsha.
Lebih-lebih lagi bahwa keberkahan yang diriwayatkan untuk tempat tersebut hanyalah pada tempat, bukan pada batu yang darinya Masjidil Aqsha dibangun.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami sebagian rasa takut yang bisa membentengi diri kami dari perbuatan maksiat kepada-Mu. Sebagian ketaatan yang dapat menghantarkan kami ke sorga-Mu, dan sebagian keyakinan yang bisa memperingan berbagai musibah duniawi.
Limpahkanlah kenikmatan untuk kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama Engkau anugerahkan hidup kepada kami. Dan jadikanlah hidup kami sebagai pusaka dari kami, jadikanlah pembalasan kami atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada kami.
Tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami, dan jangan jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan jadikan dunia sebagai kepentingan kami yang terbesar, juga bukan bagian terbesar ilmu kami. Jangan Engkau kuasakan atas kami orang yang tidak takut kepada-Mu dalam urusan kami, dan tidak juga menyayangi kami.
Para ulama meenjelaskan bahwa yang membangun al-Masjidil Aqsha adalah Nabi Israil yaitu Ya’qub as, kemudian diperbaharui oleh Sulaiman as.
Kalau kita perhatikan baik orang awam maupun orang-orang yang terdidik mereka sama-sama memiliki beberapa persepsi yang salah tentang Masjidil Aqsha. Pokok kesalahan ini sepertinya kembali kepada kecintaan pemeluk tiga agama, yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi yang begitu mendalam pada tempat ini. Masing-masing memiliki keyakinan khusus terhadap tempat ini, selain dari penyebutan nama-nama dan istilah yang dimiliki secara khusus oleh masing-masing agama. Hal ini menyebabkan adanya kerancuan dan pengaruh kepada sebagian kaum muslimin.
Ketika ahli sejarah menyusun sejarah, mereka menulis kota yang istimewa ini. Mereka menulis apa saja, yang benar dan yang batil. Masing-masing berpendapat sesuai dengan konsumsi dan keyakinannya, sebagaimana yang telah kita sebutkan di atas. Terlebih lagi orang-orang orientalis Yahudi yang memiliki peran dalam memalsu sejarah. Dan membalikkan fakta yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan Negara yang mereka klaim.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kami untuk meluruskan sebagian kesalahan yang menyebar tentang Masjidil Aqsha, mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaganya.
Di antara penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak membedakan antara Kubah Batu dengan tempat shalat Masjidil Aqsha. Sepertinya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh sebagian peneliti modern bahwa maksud Yahudi dalam hal ini adalah mengikatkan manusia dengan apa-apa yang tidak memiliki kesucian, hingga jika mereka berkehendak untuk merusak Masjidil Aqsha, kaum muslimin tidak peduli dengan yang diperbuat oleh Yahudi.
2. Bahwasannya halaman yang mencakup Mushalla Masjidil Aqsha dan Kubah Shakhrah serta tempat yang ditinggikan dan kubah-kubah, jalan-jalan dan pohon-pohon, semua itu masuk di bawah nama kompleks Masjidil Aqsha. Bukan hanya bangunan yang sekarang diberi nama Masjidil Aqsha, bahkan bangunan itu adalah Mushallah Masjidil Aqsha, dan termasuk salah satu bagian dari masjidil Aqsha. Atau bukan hanya mushalla yang dibangun oleh Umar , akan tetapi masjidil Aqsha adalah meliputi seluruh bangunan yang dibangun oleh Sulaiman.
3. Tidak ada satu keutamaan pun dari atsar (riwayat) yang disebutkan, atau keistimewaan khusus bagi batu yang ada di bawah apa yang sekarang disebut Kubah Shakhrah (yang berlapis emas itu), bahkan dia hanyalah salah satu bagian dari Masjidil Aqsha, tidak lebih.
4. Tidak ada dalil yang shahih, bahwa siapa yang berhaji maka wajib baginya untuk menyempurnakan hajinya dengan menziarahi Masjidil Aqsha.
5. Shakhrah, sebuah batu di pelataran masjidil Aqsha, telah dikisahkan sekitar batu ini berbagai kisah yang banyak sumbernya, di antaranya adalah:
- Mereka mengeklaim bahwa seluruh air dipermukaan bumi keluar dari bawah Masjidil Aqsha.
- Mereka menganggap bahwa batu tersebut tergantung antara langit dan bumi.
- Shalat di bawahnya memiliki keutamaan khusus.
- Mereka menyatakan bahwa saat Nabi di isra`kan ke langit, batu tersebut naik bersama beliau, maka beliau memerintahkannya untuk tetap diam.
- Mereka mengklaim bahwa Nabi shalat di bawahnya, dan bersama beliau saat itu adalah sekumpulan para Nabi .
- Mereka beranggapan bahwa di atas shakhrah ada bekas telapak kaki Nabi dan bekas surbannya, Bahkan ada yang berkeyakinan bahwa ia adalah tempat kaki Allah Ta'ala.
6. Mihrab Dawud : adalah sebuah keyakinan dari orang-orang awam bahwa Nabi Dawud yang telah membangunnya, dan dulu beliau shalat di sana. Sekarang tempat itu berada di pertengahan Mushalla al-Aqsha. Yang benar bahwa tempat tersebut dibangun dimasa Abdul Malik bin Marwan. Sepertinya mentakwil penisbatannya kepada Nabi Dawud , tidak diragukan lagi bahwa penisbatan peninggalan sejarah ini kepada Nabi-Nabi Bani Israil adalah sebuah ketamakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk menambah perbendaharaan dalil-dalil mereka yang menguatkan hak mereka atas bumi tersebut secara kedustaan dan penipuan, apalagi jika hakikatnya berlainan dengan realitas.
7. Ishthablat Sulaiman/ Tempat kuda Sulaiman (dulu) atau Mushalla Marwani (sekarang ), adalah sebuah tempat yang terletak di bagian bawah sisi tenggara dari mushalla Masjid al-Aqsha, yang luasnya mencapai 3750 m2. Banyak di antara manusia meyakini bahwa tempat tersebut adalah bangunan Sulaiman . Ini termasuk pemalsuan dan kedustaan yang digunakan oleh orang-orang Yahudi. Hingga dikemudian hari bisa digunakan sebagai saksi akan keberadaan mereka di tempat suci tersebut sejak dulu.
Yang benar adalah bangunan tersebut merupakan bangunan dinasi Umawiyah sebagaimana telah dipastikan oleh ahli sejarah. Dibangun oleh Malik bin Marwan sebagai tempat untuk kuda-kuda mereka, juga sebagai rumah bagi merpati-merpati pos. Kaum muslimin terus menerus berusaha mengembalikan pembukaannya dan mengalihkannya ke Mushalla dan menamainya mushalla Marwani untuk menisbatkan kembali kepada pendiri yang sebenarnya, dan mereka telah bagus dalam hal ini.
8. Dikatakan tentang sebuah tembok yang kaum muslimin menamainya sebagai tembok Buroq, sebagai penisbatan kepada ikatan buraq yang dikendarai oleh Nabi dalam Isra` beliau ke Masjidil Aqsha. Padahal tidak ada dalil shahih yang menyatakan bahwa Buroq diikat ditembok tersebut. Lebih-lebih lagi sebagian manusia menamainya sebagai tembok al-Mabka (ratapan), itu adalah penamaaan orang-orang Yahudi, karena menurut mereka tembok tersebut adalah salah satu bagian yang tersisa dari Haikal Sulaiman.
9. Hiththah, satu pintu dari pintu-pintu Masjidil Aqsha, orang-orang awam berkeyakinan bahwa pintu tersebut dinamai demikian karena pada saat Allah memerintahkan Bani Israil untuk masuk ke Masjidil Aqsha dengan berkata Hiththah (yang maksudnya, mohon ampunan Mu ya Allah), mereka malah berkata Hinthah (mohon gandum ya Allah), dan bahwa mereka masuk dari pintu tersebut. Dan ini tidaklah benar.
10. Tentang pahala shalat di dalamnya, maka hadits yang paling shahih mengatakan bahwa shalat di dalamnya lebih utama dari pada 250 shalat di masjid lainnya.
Syekh al-Albani berkata: Riwayat paling shahih tentang keutamaan shalat di masjid Iliya’ atau Masjidil Aqsha –semoga Allah mengembalikan kepada umat Islam beserta negri Palestina—adalah hadits Abu Dzar ra. Dia berkata: Kami berbincang-bincang di sisi Rasulullah r tentang manakah yang lebih utama dari dua masjid; Masjid Rasulillah dan Masjid Baitil Maqdis, maka Rasulullah bersabda:
" صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ ، وَلنِعْمَ المُصَلَّى هُوْ، "
“Sekali shalat di masjidku ini lebih baik dari pada empat kali shalat di sana, dan dia sebaik-baik mushalla…” (HR,. Thahawi, Hakim, Baihaqi dan Thabrani. Lihat Silsilah Shaihah: Syarah hadits 2902, 6/401; al-Tsamr al-Mustathab: 1/548-549)Selain itu hadits Maimunah yang mengatakan bahwa shalat di Masjidil Aqsha sama dengan 1000 shalat, hadits Abu Darda’: sama dengan 500 shalat.
Ada yang mencoba menganalisa dengan mengatakan: Pertama-tama Allah menjadikan keutamaan shalat di masjidil Aqsha setara dengan 250 shalat, kemudian dinaikkan jadi 500 shalat, kemudian menjadi 100 shalat sebagai karunia dari Allah swt. Wallahu A’lam dengan yang sejatinya. (al-Albani, al-Tsamr al-Mustathab: 1/549)
11. Sesungguhnya yang tersiar tentang Masjid Umar yang terletak dekat dengan Gereja Kiamat, bahwa saat Umar mendatangi Baitul Muqaddas dalam keadaan menang, beliau ingin shalat di Gereja, akan tetapi beliau menggagalkannya agar tidak ditiru setelah beliau, atau agar tidak dijadikan sebagai sunnah oleh kaum muslimin. Maka kemudian beliau shalat di sebuah tempat di luar Masjidil Aqsha.
Maka ini tidak benar, baik secara sanad maupun matan. Bagaimana beliau shalat di Gereja atau diluar Masjidil Aqsha sementara beliau sudah dekat dengan Masjidil Aqsha, yang jaraknya tinggal beberapa meter?! (Lihat Musnad Ahmad: 261, dengan sanad dhaif; al-Albani, al-Isra’ wal-Mi’raj: hadits no. 14)
Akan tetapi tentang Shakhrah dan mushallah Umar maka berikut penuturan syaikhul Islam
Syaikhul Islam berkata, ketika Umar ra berhasil membuka Baitul Maqdis, waktu itu Shakhrah dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sengaja orang Nashrani menghinakannya untuk melawan orang Yahudi yang mengagungkannya dan sengaja menjadikannya sebagai kiblat shalat . Maka Umar memerintahkan untuk membuang sampah dan membersihkan tempat itu dari najis dan kotoran.
Dia bertanya kepada Ka’ab: Menurutmu kita membangun mushallah untuk kaum muslimin di mana?
Ka’ab menjawab: Di belakang Shakhrah (batu). Maka Umar berkata: Hai anak wanita yahudi, rupanya wanita yahudiyah itu masih mencampurimu. Tetapi bangunlah di depan batu, karena kita memiliki bagian depan masjid-masjid”
Oleh karena itu Para sahabat Abdullah ibnu Umar dan para imam apabila memasuki Masjid mereka shalat di mushalla yang dibangun Umar. Adapun Shakhrah maka Umar tidak pernah shalat di sana, tidak pula seluruh sahabat Nabi, tidak ada kubah di atasnya di zaman Khulafaur Rasyidin. Ia tetap terbuka pada masa Umar, Usman, Ali, Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.
Kemudian datanglah Abdul Malik Ibn Marwan, dialah yang membangun Kubah di atas Shakhrah dan membungkusnya di musim dingin dan musim anas, untuk menarik orang agar mau mengunjunginya. … Adapun ahli ilmu dari para sahabat dan para tabi’in maka mereka tidak pernah mengagungkannya karena ia adalah kiblat yang telah dimansukh (dibatalkan, diganti dengan Ka’bah). Akan tetapi ia diagungkan oleh Yahudi dan sebagian Nashara.(Majmu’ Fatawa: 27/12, 136; Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqimal: 1/433-444; al-Albani, Hajjatun Nabi, al-Maktab al-Islami, cet.5/1399, 146)
12. Ungkapan mereka Tsalits al-Haramain untuk Masjidil Aqsha yar artinya tanah haram ketiga setelah Makkah dan Madinah, adalah sebuah ungkapan yang tidak teliti dari sisi istilah syar'i, karena tanah haram itu adalah apa yang diharamkan binatang buruan dan pohonnya. Adapun Baitul Muqaddas, maka tidak diharamkan binatang buruannya, tidak pula pepohonannya, sebagaimana keadaan di Haramain yang mulia, Makkah dan Madinah. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.
13. Tembok Buroq as-Syarif, adalah sebuah ungkapan yang sudah banyak beredar dari mulut ke mulut, dan kitab-kitab, lebih-lebih pada orang awam dari kaum muslimin. Kata-kata as-Syarif yang kembali kepada tembok tersebut mengandung pengkhususan, pemuliaan dan pengistimewaan bagi tembok tersebut. Padahal tempat tersebut dimuliakan dengan keberkahan secara umum tanpa ada pengkhususan satu bagian atas bagian lain dari sisi-sisi masjidil Aqsha.
Lebih-lebih lagi bahwa keberkahan yang diriwayatkan untuk tempat tersebut hanyalah pada tempat, bukan pada batu yang darinya Masjidil Aqsha dibangun.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami sebagian rasa takut yang bisa membentengi diri kami dari perbuatan maksiat kepada-Mu. Sebagian ketaatan yang dapat menghantarkan kami ke sorga-Mu, dan sebagian keyakinan yang bisa memperingan berbagai musibah duniawi.
Limpahkanlah kenikmatan untuk kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama Engkau anugerahkan hidup kepada kami. Dan jadikanlah hidup kami sebagai pusaka dari kami, jadikanlah pembalasan kami atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada kami.
Tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami, dan jangan jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan jadikan dunia sebagai kepentingan kami yang terbesar, juga bukan bagian terbesar ilmu kami. Jangan Engkau kuasakan atas kami orang yang tidak takut kepada-Mu dalam urusan kami, dan tidak juga menyayangi kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar